-->

Industri Aluminium Minta Masuk HGBT, Inalum Siap Genjot Hilirisasi Besar-Besaran



Industri Aluminium Desak Masuk HGBT untuk Tekan Biaya Energi

Petani Milenial -  Industri aluminium nasional resmi mengajukan permohonan agar dimasukkan dalam sektor industri yang mendapatkan fasilitas Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Fasilitas ini dinilai krusial untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan daya saing di pasar internasional.

“Jika dapat HGBT, biaya produksi industri aluminium dapat ditekan sehingga dampaknya sangat signifikan untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional,” ujar Yosef Danianta Kurniawan, Ketua Tim Kerja Industri Logam Bukan Besi Direktorat Logam Kemenperin, dalam diskusi Media Gathering Forwin bertema Industri Tangguh, Ekonomi Tumbuh di Sentul, Bogor (14/11/2025).

Menurut Yosef, Kementerian Perindustrian telah mengajukan permohonan resmi kepada Kementerian ESDM, dan saat ini usulan tersebut sedang menunggu pembahasan lanjutan pada tingkat yang lebih tinggi.

Harga Gas Bisa Turun 50% Jika Dapat HGBT

Saat ini, industri aluminium harus membeli gas di kisaran US$11–12 per MMBTU, angka yang cukup tinggi untuk industri energi-intensif. Jika HGBT diberikan, harga gas diperkirakan dapat turun menjadi US$6–7 per MMBTU.

“Pengurangan harga gas itu sangat berdampak bagi daya saing industri aluminium nasional dan industrinya, karena mereka dapat membeli bahan baku dengan harga lebih murah,” jelas Yosef.

Fasilitas HGBT telah terbukti meningkatkan efisiensi di beberapa industri strategis. Karena itu, pelaku industri nonbesi berharap kebijakan ini bisa segera direalisasikan.

Kebutuhan Aluminium Indonesia Diprediksi Naik 600%

Sementara itu, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) menegaskan komitmen mempercepat hilirisasi bauksit menjadi alumina dan aluminium. Langkah ini sejalan dengan proyeksi kebutuhan aluminium nasional yang diperkirakan melonjak hingga 600% dalam 30 tahun ke depan.

Direktur Pengembangan Usaha Inalum, Arif Haendra, menjelaskan bahwa kenaikan permintaan terutama didorong oleh:

  • Boom industri kendaraan listrik (EV)

  • Pembangunan energi baru terbarukan, terutama pembangkit listrik tenaga surya

  • Kebutuhan bahan baku strategis bagi manufaktur nasional

“Satu battery pack EV menggunakan sekitar 18% aluminium, dan setiap 1 MW PLTS membutuhkan 21 ton aluminium. Ini menunjukkan urgensi percepatan hilirisasi,” kata Arif.

Ketergantungan Impor Masih Tinggi: 54% Pasokan Didatangkan dari Luar Negeri

Dalam periode 2018–2024, konsumsi aluminium nasional masih bergantung pada impor sebesar 54%, sementara produksi dalam negeri yang disuplai Inalum baru mencapai 46%.

Arif menilai kondisi ini tidak ideal karena aluminium akan menjadi material strategis untuk masa depan, termasuk untuk:

  • Kendaraan listrik

  • Infrastruktur energi

  • Industri konstruksi

  • Furnitur dan material pengganti kayu

“Jika peredaran kayu ilegal dapat ditekan, penggunaan aluminium sebagai pengganti kayu akan meningkat jauh lebih pesat,” ujarnya.

Kapasitas Produksi Inalum Siap Digenjot: Target 900 Ribu Ton Per Tahun

Dalam paparannya, Arif memaparkan sejumlah fasilitas dan rencana ekspansi besar-besaran yang sedang disiapkan oleh Inalum:

Baca juga : Mentan Amran Sulaiman: UNS Lebih Hebat dari USDA, Indonesia Hampir 100% Swasembada Pangan

Fasilitas Saat Ini

  • Smelter aluminium primer: 275 ribu ton/tahun

  • Smelter sekunder: 30 ribu ton/tahun

  • PLTA untuk operasional: 603 MW

Target 5 Tahun ke Depan

  • Kapasitas aluminium: 900 ribu ton/tahun

  • Produksi alumina: 2 juta ton (target 2029)

  • Pembangunan Potline-4: kapasitas awal 100 ribu ton, opsi naik 200 ribu ton

  • Revamping PL1 dan PL3: tambah 45 ribu ton

“Ekspansi ini bukan sekadar peningkatan volume, tetapi membangun fondasi industrial estate aluminium yang terintegrasi, kompetitif, dan berkelanjutan,” kata Arif.

Butuh Dukungan Lintas Kementerian

Arif menegaskan bahwa percepatan hilirisasi tidak bisa dilakukan sendirian. Ekosistem industri aluminium sangat bergantung pada dukungan dari:

  • Kementerian ESDM (pasokan energi)

  • Kementerian Perindustrian

  • Kementerian Investasi

  • Pemerintah daerah

  • Lembaga pembiayaan

“Industri aluminium adalah industri energi-intensif. Konsistensi pasokan listrik, terutama berbasis energi hijau, menjadi faktor penentu daya saing,” tegas Arif.

Komitmen Keberlanjutan dan Penguatan Ekonomi Nasional

Inalum juga menegaskan visinya untuk menjadi perusahaan aluminium global yang terintegrasi dan ramah lingkungan. Komitmen ini diwujudkan melalui:

  • Penguatan kompetensi SDM

  • Peningkatan standar keselamatan kerja

  • Program CSR yang berdampak langsung pada masyarakat

  • Peningkatan efisiensi energi dalam operasional

“Ekspansi industri harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penguatan ekonomi nasional,” kata Arif.

Momentum Emas Hilirisasi Aluminium Indonesia

Dengan roadmap ekspansi dan kebutuhan aluminium yang terus meningkat, industri aluminium nasional berada pada momentum emas. Dukungan pemerintah, ketersediaan energi yang kompetitif, dan percepatan hilirisasi akan menentukan posisi Indonesia di pasar aluminium global dalam beberapa dekade mendatang.

Jika fasilitas HGBT disetujui dan ekspansi Inalum berjalan sesuai rencana, Indonesia berpotensi menjadi salah satu kekuatan aluminium terbesar di Asia, sekaligus pemain strategis dalam rantai pasok industri masa depan.


Tag : aluminium indonesia, industri aluminium nasional, HGBT gas industri, inalum hilirisasi, harga gas bumi tertentu, industri logam bukan besi, hilirisasi bauksit, energi terbarukan aluminium, kebutuhan aluminium nasional, ekspansi inalum

LihatTutupKomentar